Senin, 24 Juli 2017

Makalah Akhlak: Pengertian, Ruang Lingkup Dan Manfaat Mempelajari Akhlak

 BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Ilmu Akhlak
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خُلُقٌ)   yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun (خَلْقٌ) yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq (خَالِقٌ) yang artinya sang pencipta, demikian pula dengan makhluqun (مَخْلُوْقٌ) yang berarti yang diciptakan.
Kata akhlak di dalam al-Qur’an disebutkan seperti berikut ini:
وَاِنَّكَ لَعَلَ خلق عظيم
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam[68]: 4)
ان هذا الا خلق الاولين (137)
“(Agamakami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan yang dulu.”(QS. As-Syu’ara[26]: 137)
اكمل المؤ منين ايمانا احسنهم خلقا (رواه الترمذى)
“Orang mukmin yang paling sempurna keimananya adalah orang sempurna budi pekertinya.” (HR. Turmudzi)
انما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق (رواه احمد)
“bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.” (HR. Ahmad)
            Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan kata akhlak untuk arti adat kebiasaan. Selanjutnya hadis yang pertama menggunakan khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadis yang kedua menggunakan kata akhlak yang juga digunakan untuk arti budi pekerti. Dengan demikian, kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at.
Menurut Istilah, terdapat beberapa pengertian akhlak adalah:
1.    Ibnu Miskawaih:
حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر
Artimya:
“sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”[1]
2.    Imam Ghazali:
عبارة عن هيءة فى النفس راسخة عنها تصدر الافعال بسهولة و يسر من غير حاجة الى فكر و رؤية
Artinya:
“sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”[2]
  Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
 Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).”
Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah:
اْلعِلْمُ مَوْضُوْعُهُ اَحْكَامٌ تَتَعَلَّقُ بِهِ اْلأَعْمَالُ الَّتِى تُوْصَفُ بِاْلحَسَنِ وَ اْلقُبْحِ
“Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan  baik atau buruk.”
Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata krama.
Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas, dapat dipahami bahwasanya yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau sebenarnya, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian kemudian diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yaitu baik atau buruk menurut siapa dan apa ukurannya.

B.            Ruang Lingkup Ilmu Akhlak
Jika dilihat dari definisi tentang ilmu akhlak tersebut, maka akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hokum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian obyek pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakana baik atau buruk, maka ukuran yang digunakan adalah ukuran normative. Selanjutnya jika kita katakana suatu itu benar atau salah, maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
“bahwa objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.”[3]
Pendapat di atas menunjukan dengan jelas bahwa objek pembahasan ilmu akhlak adalah perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk.
Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad Al-Ghazali. Menurutnya bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok.[4] Jika dibandingkan dengan pengertian akhlak yang kedua ini dengan yang pertama tampak bahwa pada pengertian akhlak yang kedua ini tidak hanya terbatas pada tingkah laku individual, melainkan juga tingkah laku yang bersifat social. Dengan demikian, terdapat akhlak yang bersifat perorangan dan akhlak yang bersifat kolektif. Namun, definisi yang kedua ini kekurangannya tidak menyertakan penilaian terhadap perbuatan tersebut. Sedangkan definisi ilmu akhlak yang pertama walaupun tidak menyebutkan akhlak yang bersifat social, namun memberikan penilaian terhadap perbuatan tersebut.
Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun pengidentikan itu tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikkan akhlak dengan etika mengatakan etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.
Namun, perlu ditegaskan kembali di sini bahwa yang dijadikan objek kajian ilmu akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki cirri-ciri yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu atau terus menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau tingkah laku yang tidak memiliki cirri-ciri tersebut tidak dapat dsebut sebagai perbuatan yang dijadikan garapan ilmu akhlak.

C.           Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut:
“Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.”[5]
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.[6]
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mapu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk.
Selanjutnya karena ilmu akhlak menentukan kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatn yang baik atau yang buruk itu, maka seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang criteria perbuatn yang baik dan yang buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat serta keuntungan darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.
Selain itu ilmu akhlak juga akan berguna secar efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahiriyah melalui fikih, sedangkan jasmani dibersihkan secara batiniyah melalui akhlak.
Jika tujuan ilmu akhlak tersebut tercaopai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan yang terpuji. Dari perbuatan yang terpuji inilah akan lahirlah masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan batin, yang memungkinkan ia dapat beraktifitas guna mencapai kebahagiaan hidup di akhirat.
Ilmu akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktifitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang maju yang disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern yang ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana di muka bumi.
Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha untuk menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang dapat membahayakan dirinya.
Dengan demikian, secara ringkas dapat dikatakan bahwa ilmu akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman dan penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk, dan terhadapa perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadapa perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Dari penjelasan singkat materi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh atau sebenarnya, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian kemudian diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yaitu baik atau buruk menurut siapa dan apa ukurannya.
Ruang lingkup pembahsan ilmu akhlak yaitu perbuatan manusia itu sendiri, dan dengan mempelajari ilmu akhlak maka manusia akan memiliki banyak keuntungan yang mana keuntungan itu untuk dirinya sendiri di samping orang lain pun dapat merasakan keuntungan tersebut.
B.                 Saran
Setelah mempelajari ilmu akhlak, harapan kami, pembaca terlebih-lebih bagi kami sendiri dapat memfilter, memilih, serta melaksanakan hal-hal atau perbuatan yang memang itu sesuai dengan tuntunan dalam ajaran Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an. (Jakarta: Amzah, 2007)
Mahjudin. Akhlak Tasawuf I. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009).
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014)
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. (Surabaya : Bina Ilmu, 1995.)




[1] Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raf. (Mesir: al-Mathba’ah al-Mishriyyah, 1934), cet. 1, h.40.
[2]  Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jilid III, (Beirut: Dar al- Fikr, t.t.), h. 56.
            [3] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutub al Mishriyyah, cet. III, t.t.), h. 2.
            [4] Muhammad al-Ghazali, Akhlak SeorangMuslim, (terj.) Moh. Rifa’I dari judul asli, Khuluq al-Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1993), cet. IV, h. 68.
[5]  Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutub al Mishriyyah, cet. III, t.t.), h. 1.
[6]  Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Taswuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 67.


EmoticonEmoticon